Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Qawa'id Fiqhiyyah

Dalam Akad Muamalah, Yang Teranggap Redaksi Akad Atau Makna Yang Dikandung Oleh Akad?

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Ini merupakan kaidah yang diperselisihkan di kalangan ulama Syafi’iyyah, apakah yang lebih diperhatikan dan diterima dalam akad muamalah adalah redaksi akad atau makna yang dikandung dalam akad tersebut. Kadang mereka lebih memperhatikan redaksi atau lafazh, kadang mereka memperhatikan makna yang dikandung. Namun yang lebih dominan mereka perhatikan adalah redaksi atau lafazh. Karena itu, banyak ulama Syafi’iyyah yang menyebutkan kaidah, “al-‘ibrah fil ‘uqud bil alfazh…” (العبرة في العقود بالألفاظ…).

Contoh lafazh diunggulkan atas makna:

1. Jika seseorang berkata, “Saya beli dari anda pakaian yang sifatnya seperti ini dan ini, dengan harga sekian”, kemudian si penjual menjawab, “Saya jual” (بعتك), maka yang dirajihkan adalah akad jual beli, sesuai lafazhnya.

Namun pendapat lain (yang dianggap marjuh), menyatakan bahwa ini adalah akad salam (pesanan), memperhatikan kandungan makna dari akad tersebut, yaitu barang yang dibeli tidak dita’yin (ditunjuk langsung barangnya), tapi disebutkan sifat-sifatnya saja, yang akan disediakan oleh penjual.

2. Terjadi akad dengan redaksi perwakilan (wakalah), namun disyaratkan adanya bayaran (جعل) yang ditentukan dan diketahui. Yang dirajihkan adalah akad wakalah, mengikuti lafazh, juga karena akad ijarah tidak terwujud dengan lafazh wakalah.

Sedangkan pendapat satunya lagi, menyatakan ini akad ijarah, memperhatikan kandungan makna, karena adanya syarat bayaran yang ditentukan dan diketahui (جعل معلوم).

Contoh makna diunggulkan atas lafazh:

Seseorang yang menghibahkan sesuatu, namun dengan syarat balasan atau ganti tertentu. Menurut pendapat yang shahih di kalangan Syafi’iyyah, ini dianggap jual beli (بيع), karena kuatnya makna yang dikandungnya, sehingga ia dikuatkan atas lafazh.

Sedangkan pendapat muqabil shahih, menyatakan ini akad hibah, memperhatikan redaksi akad.

Wallahu a’lam.

Rujukan: Al-Istidlal Bi Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah ‘Inda Asy-Syafi’iyyah, karya Dr. ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah As-Saqqaf, Halaman 238-239, Penerbit Dar Adh-Dhiya, Kuwait.

Catatan tambahan: Kaidah yang dominan di kalangan Hanafiyyah dan Malikiyyah, yang lebih diperhatikan adalah tujuan dan kandungan makna akad, bukan lafazh dan redaksi akad (العبرة في العقود للمقاصد والمعاني لا للألفاظ والمباني). Sedangkan Syafi’iyyah, sebaliknya, sebagaimana disebutkan di atas.

Leave a Reply