Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fiqih Syafi'i

Apa Itu Mishr, Balad dan Qaryah pada Konteks Saat Ini?

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Menurut fiqih Syafi’iyyah, terdapat perbedaan antara mishr, balad dan qaryah dalam konteks shalat Jum’at. Mishr adalah pemukiman yang di dalamnya terdapat hakim syar’i, pihak keamanan (kepolisian) dan pasar sekaligus. Sedangkan balad adalah pemukiman yang hanya terdapat sebagian hal di atas. Dan qaryah adalah pemukiman yang di dalamnya tidak terdapat tiga hal di atas.

Ini misalnya disebutkan dalam I’anah Ath-Thalibin:

المراد بالبلد: أبنية أوطان المجمعين، سواء كانت بلدا أو قرية أو مصرا، وهو ما فيه حاكم شرعي، وحاكم شرطي، وأسواق للمعاملة. والبلد: ما فيه بعض ذلك. والقرية ما خلت عن ذلك كله.

Artinya: “Yang dimaksud dengan balad di sini adalah: kumpulan bangunan yang ditinggali oleh banyak orang (atau: pemukiman), baik ia berupa balad, qaryah atau mishr. Dan mishr adalah yang terdapat di dalamnya hakim syar’i, aparat keamanan, dan pasar untuk muamalah. Balad adalah yang terdapat sebagian hal tersebut. Sedangkan qaryah adalah yang tidak terdapat semua hal tersebut.”

Sebagian orang mencoba menerapkan ketentuan ini, pada kondisi administrasi di Indonesia secara saklek. Dan hal ini, boleh dikatakan cukup rumit. Salah satu kerumitannya adalah, keadaan pemukiman di masa lalu, di negeri tertentu, yang disebutkan di dalam kitab, bisa jadi sudah berubah di era modern sekarang, lebih khusus lagi pada pembagian wilayah administrasi di Indonesia.

Boleh dikatakan, yang dimaksud dengan balad, qaryah dan mishr dalam kitab-kitab tersebut, ia terpisah dengan tegas, baik secara wilayah maupun secara administratif. Karena itu, sering dibahas bahwa setiap wilayah itu biasanya berakhir dengan adanya benteng, habisnya bangunan, dll.

Sedangkan wilayah administratif di Indonesia, desa atau kelurahan itu, adalah bagian dari kecamatan, kecamatan adalah bagian dari kabupaten atau kota, dan keduanya adalah bagian dari provinsi. Dan di banyak tempat, antar desa atau kelurahan itu, tidak ada batas pemisah yang tegas, kecuali sekadar papan nama. Termasuk antar kecamatan. Demikian juga, sebagian kabupaten dan kota, pemisahnya hanya pintu gerbang yang berfungsi sekadar sebagai penanda saja.

Kalau dikatakan, di kelurahan tidak ada kepolisian, ini tidak sepenuhnya benar. Memang betul, kedudukan polsek itu di kecamatan, tapi jangkauan wewenangnya sampai ke kelurahan, bahkan RT dan RW. Demikian juga hakim syar’i. Bahkan pasar pun, juga demikian.

Karena itu, saya lebih setuju dengan pernyataan tim PISS-KTB, yang menyatakan bahwa batasan ini dikembalikan pada ‘urf kita di masa sekarang. Ini pernyataan mereka:

“Tidak ada batasan khusus untuk di negeri kita mengingat jumlah penduduk di daerah-daerah yang tidak merata, sehingga Balad Jum’ah adalah setiap daerah pemukiman yang menurut asumsi masyarakat dianggap daerah tersendiri (bukan dengan kilometer, nama atau lainnya).”

Leave a Reply