Oleh: Muhammad Abduh Negara
Masalah talfiq antar madzhab adalah perkara khilafiyyah, dan kebanyakan ulama yang pro taqlid melarang talfiq, meski talfiq itu sebenarnya konsekuensi dari taqlid. Dan dalil yang digunakan oleh sebagian muhaqqiqin, yang membolehkan talfiq, lebih kuat.
Khilaf ini berlaku pada muqallid yang memahami madzhab imamnya dan mengetahui dalil-dalilnya. Adapun keadaan muqallid yang tidak seperti itu, maka dia adalah orang awam yang tidak memiliki madzhab, madzhabnya adalah madzhab muftinya. Jika seorang mufti bermadzhab Syafi’i memfatwakannya sesuatu, dan mufti bermadzhab Hanafi memfatwakannya sesuatu pada perkara lain yang masih berhubungan, maka dia boleh mengikuti fatwa-fatwa tersebut, dan tidak wajib baginya menunggu untuk mengamalkan fatwa tersebut sampai mengetahui pendapat madzhab tersebut dalam seluruh persoalan yang saling berkaitan dengan hal yang difatwakan.
(Fatawa al-Imam Muhammad Rasyid Ridha, Juz 1, Hlm. 70)
Catatan M4N:
Maksud Rasyid Ridha di sini adalah, jika orang awam mendapatkan fatwa dari mufti Syafi’i tentang rukun wudhu, maka dia amalkan itu, dan mendapatkan fatwa dari mufti Hanafi tentang pembatal wudhu, maka dia amalkan itu. Madzhabnya adalah madzhab muftinya, dan yang dia amalkan adalah sesuai yang difatwakan kepadanya.
Tidak wajib baginya, mengetahui semua masail dalam fiqih shalat dan thaharah sesuai madzhab Syafi’i, untuk mengikuti fatwa mufti Syafi’i di atas. Demikian juga untuk fatwa mufti Hanafi.
Wallahu a’lam.
Leave a Reply