Oleh: Muhammad Abduh Negara
Contoh tafrith adalah yang berpikiran liberal, semua serba boleh, semua jadi bahan candaan, dan seterusnya. Namun poin ini, hanya sekali-sekali jadi bahan perhatian saya dalam menulis status di facebook, karena hal ini jauh dari circle facebook saya.
Yang banyak, yang terindikasi ifrath atau mendekati ifrath. Terlalu semangat beragama, sehingga jatuh pada sikap berlebihan. Sebagai contoh, sering saya temui orang yang sedikit-sedikit vonis “ini istihza bid diin” pada perkara yang jauh sekali dari hakikat istihza, atau vonis “ini perkara syirik” pada perkara yang jauh dari hakikat kesyirikan.
Ada juga, yang sedikit-sedikit haram, seakan semua hal yang dihadapinya dalam hidup adalah perkara haram semua. Bahkan ada yang bertanya satu persoalan agama pada saya. Saat itu, saya masih tahap bertanya padanya tentang detail fakta persoalan tersebut. Tapi penanya seakan ‘ngebet’ sekali, agar hal itu divonis haram. Memang ini lahir dari kehati-hatian dalam beragama, dan wara’ semacam itu bagus, selama tidak berlebihan. Kalau sudah berlebihan, malah bahaya. Setelah saya pahami detail faktanya, ternyata perkara yang ditanyakan itu bukan perkara haram.
Demikian juga, hal ini berlaku pada status yang saya bagikan sebelum ini. Perkataan sang ustadz itu, tidak mengandung kekeliruan, meski mungkin ada kesamaran. Kesamaran semacam itu, tinggal ditanyakan langsung ke beliau, selesai. Namun sayangnya, banyak yang memilih untuk memaki dan menghujat, dengan alasan membela agama, sebelum jelas perkaranya. Tidak ada tabayyun, langsung vonis.
Semangat beragama, jelas bagus. Namun harus terukur. Jika tidak, akan jatuh pada sikap ekstrem beragama, yang tercela.
Leave a Reply