Oleh: Muhammad Abduh Negara
Jika seorang imam atau orang yang shalat sendirian, lupa mengerjakan tasyahhud awwal, dan ia sudah berada pada posisi berdiri tegak atau sudah hampir posisi berdiri (lebih dekat pada posisi berdiri tegak dibandingkan posisi minimal ruku’, atau posisinya di tengah-tengah antara posisi berdiri tegak dan minimal ruku’), maka ia tidak boleh kembali turun untuk mengerjakan tasyahhud awwal.
Jika ia tetap turun secara sengaja, dan ia tahu keharaman hal tersebut, shalatnya batal.
Jika ia turun karena lupa, atau karena tidak tahu keharamannya, shalatnya tidak batal. Dan wajib baginya segera berdiri lagi, setelah ia ingat atau sadar, atau setelah ia tahu keharamannya (misal ada orang yang mengingatkannya saat itu), dan disunnahkan mengerjakan sujud sahwi di akhir shalatnya sebelum salam. Jika ia tidak segera berdiri setelah ingat atau tahu keharamannya, batal shalatnya.
Dalam konteks ketidaktahuan di atas, ia tetap dianggap dan diakui, baik ketidaktahuannya pada kondisi layak diberi uzur atas kejahilannya tersebut, atau tidak layak diberi uzur.
Ketidaktahuan atau kejahilan yang layak diberi uzur dalam berbagai persoalan agama, itu berlaku bagi orang yang hidup jauh dari ulama (jauh dari komunitas kaum muslimin) dan orang yang baru masuk Islam. Di luar itu, ketidaktahuan terhadap hukum-hukum agama, tidak diberi uzur.
Namun, pada perkara-perkara yang samar dan umumnya tidak diketahui oleh orang kebanyakan, uzur diperluas, dan ketidaktahuannya tetap diterima, meski ia tinggal bersama ulama (komunitas kaum muslimin) dan telah lama masuk Islam. Dan salah satu perkara yang samar bagi orang kebanyakan tersebut adalah hukum-hukum seputar sujud sahwi.
Wallahu a’lam.
Rujukan: Mu’nis Al-Jalis Bi Syarh Al-Yaqut An-Nafis, karya Syaikh Mushthafa bin ‘Abdin Nabi, Jilid 1, Halaman 190-191, Penerbit Dar Tsamarat Al-‘Ulum, Kairo, Mesir.
Leave a Reply