Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Kemunduran Umat Islam Sampai Sekularisme di Negeri-negeri Islam

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Kalau mengikuti penjelasan Taqiyuddin An-Nabhani, kemunduran umat Islam dimulai saat mereka mengadopsi pemikiran di luar Islam, dalam hal ini filsafat dan logika Yunani, dan memasukkannya ke dalam tubuh umat Islam, yang kemudian melahirkan perdebatan kalam. Pendapat beliau ini tentu tidak disepakati oleh sebagian ulama dan pemikir lainnya, yang menganggap masuknya filsafat dan logika itu ke tubuh umat Islam melalui penyaringan, sehingga yang diadopsi umat Islam adalah sisi baiknya saja, sedangkan sisi buruknya ditinggalkan.

Namun pelajaran yang ingin saya ambil adalah, sebagian ulama dan pemikir telah mencoba menganalisis sebab kemunduran dan keringkihan tubuh umat Islam saat ini, dan merunutnya bahkan ke masa yang masih dekat dengan generasi salaf. Kemunduran umat Islam itu, bukan terjadi dengan sim salabim, awalnya berjaya dan berada di puncak peradaban dunia, lalu besoknya runtuh tanpa diketahui sebabnya. Kemunduran itu terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit, sampai kemudian dipukul KO oleh musuh-musuhnya.

Peristiwa lain, semisal terbelahnya umat Islam menjadi dua kekuatan besar, timur (‘Abbasiyyah) dan barat (Umawiyyah Andalusia), setelah sebelumnya bersatu di bawah satu pimpinan, kemudian runtuhnya Baghdad, lalu tersingkirnya muslim di Andalusia, lalu kolonialisasi Eropa di berbagai negeri Islam, lalu runtuhnya ‘Utsmani sebagai simbol kekuatan umat Islam saat itu, lalu dicaploknya Al-Aqsha dan Palestina, menjadi rentetan sejarah semakin mundurnya umat Islam. Ini dari sisi politik. Dari sisi perkembangan sains dan teknologi pun, umat Islam yang awalnya memimpin peradaban dan melahirkan berbagai penemuan sains, kemudian disalip oleh Barat dan saat ini semakin tertinggal jauh.

Dan boleh dikatakan, yang paling parah adalah, diadopsinya pemikiran sekularisme Barat oleh dunia Islam. Yang paling ekstrim, tentu terjadi di Turki oleh Mustafa Kemal, sampai-sampai simbol Arab (yang identik dengan Islam) dihilangkan semua di sana. Agama dipisahkan dari negara, sebagaimana Barat melakukannya. Silakan anda beribadah di masjid, dzikir semalam suntuk pun silakan, tapi jangan bawa-bawa Islam dalam kehidupan bernegara.

Setelah Turki, negeri-negeri Islam yang kebanyakan merdeka dari penjajahan Barat pasca Perang Dunia Ke-2, ikut-ikutan mengadopsi gagasan sekularisme Barat. Tentu dengan kadar yang berbeda-beda di tiap negara, karena tiap negara punya kerumitannya sendiri. Di Indonesia, perdebatan soal dasar negara telah terjadi sekian tahun sebelum proklamasi, antara M. Natsir dan Soekarno misalnya. Kemudian di sidang Konstituante juga terjadi perdebatan alot tentang dasar negara. Bahkan pertarungan gagasan terus terjadi sampai saat ini, dengan munculnya wacana “NKRI Bersyariah” misalnya.

Kolonialisasi Barat ratusan tahun, kemudian menguatnya sekularisme pasca kemerdekaan negeri-negeri Islam, menjadi pijakan kita saat berbicara, apakah negeri-negeri itu sepenuhnya menerima syariat Islam sebagai asas tanpa penolakan, atau sebenarnya terjadi ‘pertarungan’ antara pihak yang ingin syariat Islam dalam kehidupan negara dengan yang ingin melokalisasinya hanya di masjid dan mushalla saja.

Leave a Reply